- - -

Jejak-Jejak Langhkahku

Setiap manusia pasti akan terus melangkah dan membuat rekam jejaknya didunia ini
Akupun Akan Terus Membuat Rekam Jejak Itu
Berikut Rekam Jejak Langkahku

TUGU MONUMEN NASIONAL

JEJAK LANGKAHKU DI TUGU MONUMEN NASIONAL (MONAS)
SEBUAH PENGALAMAN DAN CERITAKU DI MONAS JAKARTA




Jejak langkahku ini terukir indah pada hari jumat 26 September 2014 dengan seorang sahabat yang akrab disapa ‘Bogel’. Pagi itu langkah kami dimulai dari sunter, perumahan Kodamar TNI menuju halte Busway Pedongkelan yang jaraknya sekitar 1(satu) kilo dari kontrakan. Busway inilah yang akan menghantarkan sampai pada tujuan kami, yaitu Monumen Nasional. Sebelum lebih lanjut membahas jejak langkahku ini, akan lebih baik jika kita mengulas bersama tempat yang menjadi tujuan kami.

Monumen Nasional atau yang populer disingkat dengan Monas atau Tugu Monas adalah monumen peringatan setinggi 132 meter (433 kaki) yang didirikan untuk mengenang perlawanan dan perjuangan rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaan dari pemerintahan kolonial Hindia Belanda.

Pembangunan monumen ini dimulai pada tanggal 17 Agustus 1961 di bawah perintah presiden Sukarno, dan dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli 1975. Tugu ini dimahkotai lidah api yang dilapisi lembaran emas yang melambangkan semangat perjuangan yang menyala-nyala. Monumen Nasional terletak tepat di tengah Lapangan Medan Merdeka, Jakarta Pusat. Untuk sekedar informasi monumen dan museum ini dibuka setiap hari mulai pukul 08.00 - 15.00 WIB. Pada hari Senin pekan terakhir setiap bulannya ditutup untuk umum.

Seperti itulah sepenggal sejarah yang aku ketahui mengenani lokasi yang menjadi tujuan kami. Meskipun ini merupakan pertama kalinya kami menaiki Busway bahkan sempat terpisah Bus, tapi itu bukan masalah bagiku semua informasi mengalir begitu saja saat berada didalamnya, mulai dari pemberangkatan sampai dengan menuju lokasi, tiket Busway pada saat itu sebesar Rp.3.500,00(Tiga Ribu Limaratus Rupiah).

“Kita bertemu di Masjid Istiqlal ya gel!.” Tukasku melalui pesan singkat yang aku kirim kepadanya.

“Oke! Aku udah sampai ini, bentar lagi mau Jumatan udah adzan soalnya Fer.” Isi pesan singkat balasan yang aku terima.

“Yupz! Lima belas menit lagi aku sampai” jawabku singkat melalui Sms.

Lima belasa menitpun berlalu, aku turun dari busway di Halte Istiqlal dan melangkah menuju masjid Istiqlal untuk melakukan sholat jumat melalui pintu gerbang samping tempat rekanku yang sudah lama menanti.

Sehabis sholat jumat kamipun melangkahkan kaki menuju Monumen Nasional yang jaraknya kurang dari satu kilo meter dari Masjid Istiqlal. Menyisiri jalanan kota menuju pintu gerbang utama dari Monumen Nasional.

“Mau kemana dek? Mau masuk Monas?” Tanya pedagang asongan yang langkahnya mengimbangi kami.

“Iya Pak.” Jawabku Singkat.

“Dari pada lewat gerbang utama ikut mamang aja” jelasnya kepada kami. “Eh. Lewat mana bang?” tanyaku penasaran.

“Ya udah ikutin mamang aja bentar lagi kita ngilang” jawabnya ramah kepada kami.

Aku masih penasaran seperti apa yang dimaksud menghilang oleh pedagang ini. Jawaban itupun datang setelah berjalan lima menit dari obrolan tadi.

“Ayok masuk lewat sini dek.” Tukasnya sambil tersenyum.

“Oh walah ternyata lewat pagar!.” Jawab kami.

Semua memperjelas makna ‘ngilang’ yang dimaksud oleh pedagang tadi. Hal ini membuat perjalanan menuju monumen Nasional Menjadi lebih cepat. Kamipun melangkah mendekati pintu masuk menuju puncak tugu Monas namun sayang terik matahari memaksa kami untuk berteduh dan beristirahat di bawah pohon dekat lapangan futsal yang disediakan dalam halaman Monas.

EPILOG

Hari itu jumat 26 September 2014 kami gagal untuk dapat menaiki Tugu Monumen Nasional karena tiket pintu masuk sudah tutup pukul 15.00 sedangkan kami saat mencapai loket pada pukul 15.20, kamipun hanya bisa menarik nafas panjang. Perjalanan untuk menaiki monas gagal tercapai pada hari itu.

Esok harinya kami berangkat jauh lebih pagi, yaitu pukul 09.00 dan mendapat tiket menuju puncak Monumen Nasional pada pukul 14.00 kamipun bersabar menanti sambil melihat musum Nasional yang ada di bawah Tugu Monas, mendengar rekaman pembacaan proklamasi secara langsung di dalam musium secara unik dan berbeda, mulai dari lampu ruangan yang tiba-tiba padam, pintu yang terukir indah dalam tembok terbuka secara perlahan rekaman pembacaan proklamasipun diputar pada lubang sekitar setengah meter. Tidak hanya itu saja, peta Negara Indonesia pun terbalut oleh emas memberikan nuansa tersendiri saat memandangnya.

Pada pukul 14.30 kami berhasil sampai kepada puncak dari Tugu Monumen Nasional, melihat gedung-gedung yang ada disekeliling Monas menambah kenikmatan tersendiri dalamhati. Mengamati Istana Merdeka yang berdiri gagah dari teropong yang telah disediakan oleh pengelola melengkapi kesempurnaan hari ini.

Setelah menikmati banyakkeindahan ditas Tugu Monumen Nasional kamipun memutuskan untuk turun kecawan bawah meliht-leihat sekitar hingga pandanganku fokus kepada dinding tembok yang menjadi pembatas pintu masuk kedalam Monas, yakni relief-relief para pahlawan Indonesia terpahat gagah disana.

Terbayar sudah rasa lelah yang perjalalan kali ini, setelah seharianbersabar menanti untuk dapat sampai dipuncak, menahan sengatan terik matahari yang membakar kulit dengan segenap keindahan Kota Jakarta. Saat matahari mulai condong kebarat, kamipun memutuskan untuk kembali menuju kontrakan.

Pembuat jejak langkah episode ini adalah Suko Imam Muarifin atau yang lebih akrab disapa dengan ‘Bogel Uye’, dan saya sendiri, yaitu Feri Anggriawan.

BERIKUT KEINDAHAN MONUMEN NASIONAL YANG TEREKAM
DALAM JEJAK LANGKAHKU








Share this:

ABOUTME

Blog Pembuat Jejak Langkah ini merupakan arena curahan dari penulis sebagai media yang digunakan untuk mendokumentasikan rekam jejak kehidupan, yang bisa dimanfaat untuk berbagi informasi sehingga memberi manfaat lebih bagi saya juga anda….

JOIN CONVERSATION

    Blogger Comment

0 komentar:

Posting Komentar