JEJAK LANGKAHKU DI MUSEUM LAMPUNG
SEBUAH PENGALAMAN DAN CERITAKU DI MUSEUM NEGERI LAMPUNG, INDONESIA
Jejak langkah yang aku buat kali ini terjadi pada hari senin 10 Februari 2014 dengan seorang sahabat yang akrab disapa ‘Bogel’. Perjalanan kami dimulai dari Kota Metro menuju Dinas Kehutanan yang berlokasi di Bandar Lampung untuk mengurus surat ijin pendakian yang akan kami adakan pekan depan di Batu Lapis.
Setelah urusan surat-menyurat terselesaikan, perjalanan kami lanjutkan menuju Museum Lampung. Seperti daerah lain, Lampung memiliki museum yang mengabadikan perjalanan sejarah di provinsi paling selatan dari Pulau Sumatera ini. Nama museum itu adalah Museum Negeri Propinsi Lampung “Ruwa Jurai”. Museum yang terletak di Jln. Zainal Arifin Pagar Alam No. 64, Rajabasa, Bandar Lampung, ini letaknya begitu strategis. Hanya berjarak beberapa ratus meter dari Terminal Bus Rajabasa dan dekat dengan gerbang Kampus UNILA.
Museum Negeri Lampung diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. Fuad Hasan pada tanggal 24 September 1988. Peresmian museum ini bertepatan dengan peringatan Hari Aksara Internasional yang dipusatkan di PKOR Way Halim. Pembangunan museum ini sebenarnya telah dimulai sekitar tahun 1975 dan peletakan batu pertama dilaksanakan pada tahun 1978.
Menurut data tahun 2011, Museum Lampung “Ruwa Jurai” menyimpan sekitar 4.735 buah benda koleksi. Benda-benda koleksi ini terbagi menjadi 10 jenis, yaitu koleksi geologika, biologika, etnografika, historika, numismatika/heraldika, filologika, keramologika, seni rupa, dan teknografika. Koleksi yang paling banyak adalah etnografika yang mencapai 2.079. Koleksi etnografika ini mencakup berbagai benda buatan manusia yang proses pembuatan dan pemakaiannya menjadi ciri khas dari kebudayaan masyarakat Lampung. Seperti itulah sejarah mengenai museum lampung yang saya ketahui. Biaya masuk museum ini untuk dua orang sebesar Rp.5.000,00 (lima ribu rupiah).
Setiap ruangan dalam museum ini didesain sangat menarik, salah satunya adalah lukisan gunung krakatau, yang dibuat sedemikian rupa agar mirip dengan letusannya pada masa dulu. Tidak hanya disitu saja kamipun meneruskan langkah sampai dilantai dua dan mata kami terfokus pada sebuah kapal nelayan tempo dulu yang terpajang gagah di tengah ruangan. Kamipun mengabadikan beberapa photo dengan kamera SLR yang kami bawa.
“Mas! Boleh minta tolong photo-in tidak?” tanya salah satu pengunjung kepada kami.
“Bisa” jawabku singkat, seraya mengambil hand phone kamera yang diberikannya.
“Gel, Photo-in neh” tukas ku kepada bogel seraya memberikan HP nya.
“Oke Sip lek” jawabnya singkat.
Akupun kembali fokus melihat-lihat sejarah yang diciptakan oleh bumi lampung.
“Dari mana mas?” tanya pengunjung tadi.
“Metro mba” jawabku singkat.
“Mba dari mana” tanya rekanku kepadanya.
“Gel, kesana yok!” tukasku singkat. Mengabaikan kedua wanita yang sedang mengobrol dengan rekanku
“Oke lek.” Jawab bogel kepadaku.
Kamipun melangkah menjauh dari mereka, menikmati dan menimba ilmu mengenai sejarah dan budaya dari negeri lampung ini. Akan tetapi kedua wanita itu terus mengikuti kemanapun kami berada dalam museum. Hingga pada saat kami duduk untuk mlihat-lihat hasil jepretan dari kamera SLR Nikon D3100.
“Cewek aneh itu masih ngikutin kita terus to?” tanyaku sambil melihat-lihat photo.
“Iya, lek tau tuh aneh banget” seraya mengangkat bahu.
“Ya udah kalau dia mendekat lagi kita pergi saja terus pulang” gumamku asal.
“Oke sip!” jawabnya singkat.
Lima belas menitpun berlalu saat kami menuruni tangga untuk melihat sisi kiri bagian museum lampung ini jedua gadis itupun mengikuti arah yang sama pada tujuan kami. Dengan penuh rasa jengkel akupun memberanikan diri untuk bertanya.
“Mba? Perasaan dari tadi ngikutin kami terus? Apa cuma perasaan saya aja ya?”
“Kebtulan aja mungkin mas” jawabnya ragu-ragu.
“Ya udah kalo gitu saya permisi dulu mau pulang” jawabku singkat.
Kamipun melangkah meninggalkan kedua gadis yang hanya saling bertatap muka satu sama-lain.
EPILOG
Keberangkatan kami menuju Kantor Dinas Kehutan untuk mengurus surat menyurat terkait pendakian kami pekan depan menambah pengalaman baru bagi kami. Pengalaman yang sangat berharga ketika suatu saat kami akan negcame di gunung kami tidak perlu lagi bingung terhadap proses surat menyurat.
Surat balasan yang kami terima dua hari sebelum keberangkatan kami. Serta kami setorkan kepada polisi kehutan yang ada di Batu Putu. Disana kami dapat melihat secara langsung penangkaran kijang dan proses pemberian makan secara langsung. Menambah pengalaman baru bagi kami
Dan Museum lampung, melengkapi pengetahuan kami terkai sejarah dan budaya Lampung yang harus terus di jaga. Agar tidak di claim oleh negara asing, oleh sebab itu mencintai dan melestarikan seni dan budaya daerah bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja melain kita semua sebagai warga negara INDONESIA.
BERIKUT KEINDAHAN MUSEUM NEGERI LAMPUNG
YANG SEMPAT TEREKAM DALAM JEJAK LANGKAH-KU